Ditulis oleh M. Fahmi Priyatna
“It Always Seems Impossible Until It’s Done”...............(Nelson
Mandela)
Ini bukan cerita yang luar biasa tapi cukup membuat
khasanah. Bermula dari orang-orang yang menginspirasi. Kakak angkatan “Sandy (IESP
Undip 2010)” yang konferensi karya ilmiah di Jepang, begitu juga teman lintas
universitas “Yessy (Unair), Ardy (Unair), Nugraha (Unej)” yang masing-masing
berangkat ke “Malaysia, Taiwan dan Jepang”. Apalagi sahabat sendiri “Ratna (IESP
Undip 2011)” yang studi ke Korea Selatan selama satu semester dan banyak lagi
cerita2 seperti mereka. Mereka semua sangat menginspirasi sekaligus buat ngiri
sebenarnya hehe. Mereka semua adalah orang yang memiliki tujuan yang kuat serta
dengan gigih memperjuangkannya hingga “Mestakung”
“Semesta Mendukung”. Saya juga pengen seperti mereka yang berprestasi dan
berhasil ke luar negeri dengan usahanya, tapi “gimana caranya?” hmmm.
Pertanyaan “gimana caranya?” tentu sangat beralasan bagi
saya. Pertama, saya tidak punya banyak uang dan kedua bahasa inggris saya ancuur
pakai banget. Bagaimana seorang mahasiswa yang cupu gak punya banyak uang,
sekaligus berkemampuan bahasa inggris yang payah bisa ke luar negeri? “gimana
caranya?” aaaarrgh. Tapi saya gak mau menyerah, saya ingat kalau ada pepatah
populer bilang “Banyak Jalan Menuju
Roma”, saya hanya perlu menemukan jalan itu, kalau gak bisa jalan A yaa
pindah aja ke jalan B dan seterusnya, sampe nyasar gak nemu2 jalannya haha.
Berkali-kali nyasar nyari jalan, akhirnya otak cerdas
saya menemukan jalan kecil, berliku dan fantastis bernama “jalan tikus” hehe.
Agar “jalan tikus” ini benar2 membawa saya nyampe ke luar negeri, saya harus membuat
peta saya sendiri dari start hingga finish. Yupz, saya harus buat “strategic
planning” kecil-kecilan, cieee pake bahasa inggris. Haha.
Pada titik start, saya harus menentukan mau ambil jalur yang
mana agar nyampe ke luar negeri, apakah jalur “pantura” atau “selatan” wkwk
bukan yang itu. Jalur ke luar negeri ada banyak, ada jalur pertukaran
mahasiswa, program MUN, lomba2an, hingga konferensi karya ilmiah. Nah, gak terlalu
banyak mikir saya langsung memilih jalur konferensi karya ilmiah. Saya memilih start
di jalur ini karena saya pernah beberapa kali ikut lomba karya tulis ilmiah
tingkat nasional dan saya cukup PD di bidang itu.
Tapi kan saya belum pernah membuat karya ilmiah berbahasa
inggris dan nanti kalau benar-benar berangkat harus presentasi dengan
menggunakan bahasa inggris pula, aaarrgh. Baiklah, bahasa inggris itu memang
menjadi momok bagi saya tapi saya gak harus pinter berbahasa inggris terlebih dahulu
baru akan berangkat ke luar negeri, kelamaan ntar. Poko’e saya harus berangkat
ke luar negeri dengan sesegera mungkin, saya harus temukan jalan keluarnya.
Hmm, makanya mikir! “kata cak lontong”. Baiklah cak!
Hahaha.
Makasi cak lontong atas nasihatmu, akhirnya otak saya
yang briliant ini kembali menemukan jalan keluar. Saya kan gak harus sendirian
berangkat ke luar negeri, saya bisa minta tolong dan ajak sahabat saya “Ratna
Hartiningtyas” untuk berangkat bareng. Selain bisa banyak berdiskusi tentang
karya ilmiah yang akan dibuat, yang paling penting kemampuan berbahasa inggris
Ratna sangat mumpuni dan cantik pula, hihi. Makasi ya Ratna udah mau jadi
partner karya ilmiah saya, kalau gak ada Ratna mungkin saya gak bisa berangkat
ke luar negeri. Eh atau mungkin cari partner yang lain, hahaha piiss “na”.
Singkat cerita, abstraksi karya ilmiah berbahasa inggris
itu akhirnya selesai. Nah ini yang menarik, kita hanya perlu mengirimkan
abstraksi karya ilmiah bukan “full paper”, ahihi. Beberapa waktu kemudian, jeng
jeeng alhamdulillah banget dapet LoA dari panitia. Karya ilmiah kami dinyatakan
diterima oleh dua konferensi yang berbeda, ICEHM Thailand dan SIBR Hong Kong.
Kami akhirnya memilih SIBR Hong Kong karena di Thailand pada saat itu sedang
terjadi kerusuhan. Konferensi akan dihelat tanggal 27-28 September 2014 di
Hotel Kimberley, Hong Kong. Yeeeee, udah 1/3 perjalanan. Mantab!
Masih ada 2/3 “jalan tikus” yang harus ditempuh haha.
Kami harus cari pendanaan untuk keberangkatan kami ke Hong Kong. Di fase inilah
yang paling menentukan, karena banyak temen2 mahasiswa yang udah lolos dan
menerima LoA konferensi namun gak jadi berangkat karena gak ada yang mendanai.
Saya beda dari yang lain karena niat saya udah bulat, poko’e
saya tetap harus berangkat bagaimanapun keadaannya. Sedangkan Ratna sebelumnya
udah pernah ke Hong Kong, jadi gak terlalu jadi masalah bagi dia untuk tidak jadi
berangkat kalau keadaan tidak memungkinkan. Sampai hingga nanti dicerita ini
akan memperlihatkan “keajaiban” yang menghampiri kami, widiiii! ^o^
Agar bisa dapat dana, ada jurus ampuh yang paling sering
dilakukan mahasiswa yaitu dengan nyebar proposal permohonan dana. Begitupun
dengan kami, kami ikuti jurus ampuh itu. Kyiaat zet zet, proposal jadi deeeh. Jumlah
proposal yang tercetak waktu itu kalau tidak salah sebanyak 50 proposal dan
menghabiskan uang berkisar 500rb. Syukurnya, waktu itu saya punya uang lebih
dari hasil juara LKTI jadi gak perlu minta uang tambahan dari ortu. Sekarang
tinggal bagaimana proposal yang udah tercetak nyampe ke instansi/ perusahaan
calon pendonor.
Nah pada waktu penyebaran proposal, Ratna gak bisa
terlalu diganggu karena sedang magang di Bank Indonesia, Jakarta. Saya tau
kalau Ratna pasti sibuk, sebelumnya saya juga pernah magang di BI dan saya
sangat merasakan bahwa BI memposisikan mahasiswa bener2 seperti “pegawai” yang
paham ini dan itu, masuk pukul 07.15 pulang pukul 16.00. Asik deh magang di BI,
mungkin bagi temen2 mahasiwa yang belum magang, BI bisa menjadi list teratas
tujuan tempat magang.
Kembali ke “laptop”. Yak jadi saya yang harus bener2
meluangkan waktu untuk menyebarkan proposal. Sebelumnya kami udah kasih
sebagian proposal ini kepada agen yang Ratna kenal, jadi saya hanya harus
menyebarkan sebagiannya lagi. Gak banyaklah 25 proposal, ada yang saya kirim
via pos dan ada juga yang saya datangi langsung ke instansi yang bersangkutan.
Ada “moments of the day” saat saya menyebarkan proposal, saya
rasa momen2 ini sangat ngena dan saya sangat bersyukur mengalami hal-hal
menarik di hari itu. Hari itu saya tiba di Jakarta untuk 2 tujuan utama: (i) menyebarkan
beberapa proposal dan (ii) keesokan harinya akan pulang kampung karena waktu
itu sedang liburan panjang semester.
Saya berangkat ke Jakarta menggunakan Kereta Ekonomi dan
tiba di Stasiun Pasar Senen sekitar pukul 02.30 WIB, jadinya saya mesti
luntang-lantung dulu di stasiun sambil sesekali update status haha. Oia hari
itu berada di Bulan Ramadhan, saya sadar harus makan sahur agar nantinya kuat
menyebarkan proposal. Untungnya ada sevel di stasiun jadinya bisa membeli
makanan buat sahur.
Zet zeet, karena masjid di stasiun sedang ditutup maka
saya memutuskan keluar dari stasiun pukul 03.30 WIB untuk mencari masjid.
Alhamdulillah, tak jauh dari stasiun ada masjid yang udah buka dan terlihat
sekali masjid itu udah biasa dikunjungi “pengadu nasib” seperti saya.
Diperbolehkan mandi di kamar mandinya, iyalah masa di tempat shalatnya haha.
Setelah saya mandi dan selesai menjalankan shalat subuh, saya berdoa dan siap
melangkahkan kaki buat nyebar proposal. Saya ingat sedikit mantra di Novel
Negeri Lima Menara, saya ucapkan “Man
Jadda Wa Jada” “Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapat”, udah
kayak pejuang 45 sambil ngepal tangan dan melangkahkan kaki dengan pasti ke
luar masjid, berangkaaaaaaat! Wkwkwkwk.
Beberapa instansi yang saya tuju adalah: (i) DIKTI, (ii)
Kemenpora serta (iii) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Mungkin pada
bertanya2, kog KKP? Iya karya ilmiah kami berhubungan dengan ekonomi kelautan.
Nah lanjut yaa, pada waktu menyebarkan proposal inilah saya sadar bahwa bekal
uang yang saya bawa sangat terbatas. Dengan menggunakan transportasi umum, saya
turun di lokasi yang letaknya tidak berdekatan dengan instansi tersebut.
Sehingga saya harus berjalan beberapa ratus meter, ketika itu masih pagi dan
puasa saya masih kuat banget hehe, jalannya aja masih kenceng. Setelah sampai
di instansi ada beberapa format surat pengantar proposal yang salah dan harus
saya benahi. Saya harus berjalan lagi menuju tempat rental komputer dan
sejenisnya untuk memperbaiki itu.
Muter2 kesana kemari gak nemu juga rental komputernya. Matahari
sudah cukup terik, saya lihat ke jam tangan sudah pukul 11.15 WIB. Saya sudah
mulai kesal, capek dan hauus banget. Mulanya jalan dengan gagah dan kenceng,
sekarang kepala tertunduk lemes. Pengen naik ojek tapi uang gak cukup. Saya
itung-itung uang persediaan saya hanya cukup buat naik transportasi umum ke KKP
dan buka puasa serta sahur besok. Memang ada uang lebih sekitar 150rb, tapi
hanya cukup buat naik Damri di sore hari ke Bandara Soeta dan bayar pajak
bandara karena keesokan harinya saya sudah ada jadwal flight ke Pekanbaru
(Kampung Halaman).
Balik lagi ke rasa yang udah mulai kesal dan badan yang
udah sangat lemes. Lagi-lagi saya membesarkan semangat dan sabar dengan mengingat
kutipan mantra dari Novel Negeri Lima Menara “Man Shabara Zhafira” “Siapa yang bersabar akan beruntung”. Iya
secara gak sadar pengalaman baca novel dengan kisah luar biasa itu bisa
menguatkan saya. Saya bisa aja kog minta uang tambahan dari ayah saya, ayah
saya pasti kasih. Tapi kondisi ini beda, ini udah menyangkut komitmen dan
prinsip. Saya bukan tipe yang dikit-dikit minta bantuan, minta bantuan kog
dikit-dikit, haha.
Yes, hari itu berhasil saya lewati. Saya masih utuh lahir
dan batin, wkwkwk. Uang saya pun ngepas bisa mengantarkan saya sampai kampung
halaman. Tinggallah hari-hari mengonfirmasi dan menunggu kabar baik dari hasil
penyebaran proposal.
Dua minggu berlalu saatnya untuk mengonfirmasi. Beberapa
kali mengonfirmasi proposal dari instansi-instansi yang telah saya kirim,
ternyata hasilnya masih nihil. “Maaf mas perusahaan kami belum bisa
berkontribusi, mungkin di lain waktu, tuut tuut” kata admin intansi. Tinggal
satu instansi lagi yang belum bisa dihubungi, dari KKP. Udah ngga yakin juga
bisa dapat bantuan dari KKP, yaudahlah.
Waktu itu saya hanya berharap dengan pihak kampus FEB
Undip, Alhamdulillah ternyata kampus mau ngasih 3,5jt untuk bantuan dana.
Tentunya uang ini masih sangat kurang untuk ikut konferensi di Hong Kong. Untuk
registrasinya aja sekitar 5jt, belum penginapan dan makan disana, beeeh. Tapi
karena keyakinan saya waktu itu, tanpa ragu saya buka salah satu website
penjualan tiket pesawat dan gak pikir panjang langsung saya beli tiket PP
Jakarta-Hong Kong pakai uang dari kampus. Dalam hati berujar, “Sisanya
biar Allah yang menutupi”.
Maka kembali terbukti ayat-ayat yang menggetarkan jiwa
dan membakar semangat. “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberikan rezeki
dari arah yang tidak disangka-sangkanya (QS. At-Thalaq: 2-3)”. Pagi itu pukul 09.00 WIB lebih-lebih
sedikit, saya yang udah gak yakin akan dapat sponsor dari manapun tapi ternyata
secercah harapan itu kembali datang. Saya dihubungi langsung oleh petinggi dari
KKP. Mereka (KKP) sangat terkejut ada karya ilmiah mahasiswa yang membahas
tentang topik yang sangat hangat dan menjadi fokus dari KKP baru-baru ini.
Bapak yang menghubungi saya sedikit interogasi saya tentang tema tersebut dan
langsung saya jawab tap tip tup jebret
dengan yakin. Beliau langsung mengundang kami untuk datang ke kantor pusat KKP
di Jakarta mempresentasikan karya ilmiah kami.
Meeting pertama kami bersama dengan tim KKP tidak
berjalan mulus. Mereka terlihat belum cukup puas dengan karya ilmiah yang kami
buat. Hingga kedua belah pihak menyetujui untuk bekerjasama saling membantu
perbaikan karya ilmiah kami. Padahal waktu itu saya kira diundang kesana untuk
presentasi dan langsung dikasih dana, wkwkwk. Tapi syukurnya kami tidak
langsung ditolak bahkan dibantu untuk membenahi karya ilmiah kami.
Sejak meeting dengan KKP, barulah kami benar-benar serius
membuat karya ilmiah yang konkrit dan dapat diimplementasikan. Sebelumnya karya
ilmiah kami hanya menggunakan data sekunder, tapi kami gak mau menyia-nyiakan
kesempatan kedua. Karya ilmiah kami harus mantab, kami memutuskan untuk berkunjung
langsung ke daerah observasi dan menggunakan data primer.
Gambar 1.
Ratna lagi wawancara
|
Setelah pertemuan pertama ternyata KKP beberapa mengundang
kami untuk melaporkan perkembangan karya ilmiah kami. Hingga tiba di h-7
sebelum keberangkatan pihak KKP benar2 membuat kami kegirangan, mereka bersedia
membayar registrasi konferensi kami berdua dan membelikan tiket pp Ratna CGK-HKG,
uwaaaa! Bukan hanya itu, h-1 sebelum keberangkatan kami melakukan gladi bersih
dengan simulasi presentasi dan tanya jawab. Yessss, setelah gladi bersih KKP
benar2 membuat kami terharu. Kami diberikan uang saku yang sangat cukup untuk
berada di Hong Kong selama 9 hari bahkan bisa berlebih untuk membeli oleh2 :’)
Sky Terrace, The Peak! |
Begitulah kawan, teringat kata Yusuf Mansur “Semua
yang awalnya terlihat bagaikan ombak yang menggulung-gulung besar, tapi ketika
dicoba dan dijalani hanya bagaikan air riak sungai yang kecil”. Bahkan
saya dapat membuktikan kepada teman2 yang dulu sering nyindir kalau saya gak
bakal bisa ke luar negeri karena gak bisa bahasa inggris, saya bisa kawan! “It
Always Seems Impossible Until It’s Done”. Bahkan setelah ini, mahasiswa
yang berkemampuan bahasa inggris pas-pasan bahkan ancur ini berniat melanjutkan
S2 (master) ke Eropa bersama sahabat-sahabat pejuang mimpi. Kira2 bisa ngga nih
kawan? Kita liat aja yaa. Allah selalu menyaksikan hambanya yang bertekad dan
mengabulkan semudah Kun Fa Yakun! Amiin.
Selepas presentasi |
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuskisah yang sangat mengispiratif, menunjukkan mimpi dan kerja untuk mewujudkan mimpi yang utama. bahasa memang alat yang memudahkan, namun modal tekad, doa dan dukungan yang membaja mengalahkan segala macam keterbatasan hehehe
BalasHapus